Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Penciptaan - Kejadian 1

 

Penciptaan

        Perjanjian Lama menggambarkan Allah sebagai yang mahatinggi di seluruh muka bumi sama sekali tidak mengurangi pentingnya ciptaan dalam pandangan bangsa Ibrani. Sesungguhnya, justru karena Allah yang membuat dan menegakkannya maka dunia menjadi penting dan berarti. Sekalipun doktrin penciptaan dalam Perjanjian Lama tidak selalu dibuat jelas, ada beberapa petunjuk yang bagaikan benang menyusup di seluruh lembaran-lembarannya. Dalam Perjanjian Lama, ciptaan tidak hanya digambarkan sebagai baik, tetapi juga diperintahkan khusus untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah direncanakan oleh Allah. Meski ciptaan tersebut mempunyai sifat-sifatnya sendiri, Allah berniat agar tujuan-Nya tercapai di dalamnya, yaitu untuk menyatakan kemuliaan-Nya (Yesaya 6:3; Mazmur 19). Dari mulanya (Kejadian 1:26-30), ciptaan menunjukkan hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan dan saling koperatif. Manusia dan ciptaan bekerja sama untuk menyelesaikan maksud-maksud baik Allah. Gagasan Perjanjian Baru tentang segala sesuatu turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Allah (Roma 8:28), sebenarnya berdasarkan tatanan dalam ciptaan Allah, yang begitu sering dirayakan dalam Perjanjian Lama (Yesaya 45:18-19). Akhirnya, meski tujuan akhir penciptaan adalah kemuliaan Allah, tetapi tujuannya yang segera adalah bagi manusia.

Pemeliharaan: Hubungan Allah yang berkesinabungan dengan ciptaan

Penyelesaian ciptaan

        Kejadian 2:2-3 menunjukkan bahwa seolah-olah Allah mengakhiri pekerjaan-Nya. Akan tetapi, ini bukan berarti bahwa Allah memalingkan muka-Nya dari ciptaan (seperti kepercayaan penganut deisme), melainkan Ia berpaling kepadanya. Hubungan Allah dengan ciptaan-Nya berubah, tetapi masih tetap mendalam. Hubungan yang baru ini pertama-tama adalah kesukaan terhadap ciptaan itu – Allah menyebutnya baik – lalu Ia beristrahat (Keluaran 20:11).

Pemeliharaan yang berkesinambungan

        Sejak penciptaan dan seterusnya, Allah senantiasa memelihara ciptaan-Nya melalui berbagai proses yang telah ditetapkan-Nya. Dengan kata lain, dalam ciptaan terkandung sarana untuk mengembangbiakkan dan menghasilkan hidup. Allah memakai proses-proses ini untuk meneruskan pemeliharaan-Nya. Tetapi kita salah mengerti pengajaran Perjanjian Lama jika kita menganggap hukum-hukum alam ini sebagai bekerja sendiri, tanpa bergantung pada Allah, dan dapat ditangguhkan sementara jika hal itu sesuai dengan maksud-maksud-Nya.

Tingkat-tingkat pemeliharaan Allah

        Ada tiga Tingkat-tingkat pemeliharaan Allah tentang aktivitas Allah dalam penciptaan. Pada tingkat pertama terdapat ciptaan asli yang dibuatnya untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Pada tingkat kedua, terdapat apa yang biasanya kita sebut pemeliharaan, sebagai kelanjutan tingkatan yang pertama. Semuanya dijadikan jelas pada tingkat ketiga pemeliharaan Allah.

LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Hubungan khusus dengan ciptaan

        Laki-laki dan perempuan adalah mahkota ciptaan; mereka diciptakan untuk memerintah. Dalam Kejadian 1:26 dan 2:7 penciptaan laki-laki dan perempuan itu didahului oleh keputusan yang tegas serta tindakan yang nyata pada pihak Allah. Di satu pihak, ini berarti bahwa manusia adalah bagian dari tatanan ciptaan. “Dari debu tanah” menyiratkan bahwa Allah mengambil sesuatu yang tidak bernyawa untuk membuat manusia yang pertama (Kejadian 3:19).

Hubungan khusus antara orang-orang

        Manusia diciptakan untuk mengasihi. Pada akhirnya hanya seorang manusia lain yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan terdalam dari sifat dasar manusia. Oleh sebab itu, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan (Kejadian 1:27). Manusia diciptakan untuk berhubungan, untuk saling melengkapi dalam kasih dan jelaslah bahwa keduanya sama derajatnya di hadapan Allah.

Hubungan khusus dengan Allah

        Pada akhirnya kedaulatan manusia atas ciptaan dan gerak hati untuk membiarkan diri saling mencintai, berbicara mengenai tujuan manusia yang lebih tinggi yaitu mengasihi Pencipta mereka. Manusia diciptakan untuk memuliakan Allah dan untuk mendapatkan tujuan tertinggi dalam pujan-pujian tersebut. Tujuan akhir ini merupakan arti tertinggi dari makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah. Hidup manusia dalam artinya yang unik adalah anugerah ilahi, dimaksudkan untuk mencerminkan sifat Allah sendiri.

DOSA

Asal Mula Dosa: Kejatuhan

Batas Persekutuan

        Pembatasan bukannya bertentangan dengan kesempurnaan ciptaan manusia. Mereka harus menjalani hidupnya dalam tubuh dan bergantung kepada bumi untuk makanan mereka. Lagi pula, terdapt suatu batas yang tak dapat diceraikan dalam hubngannya dengan Allah. Mereka harus mengerti bahwa Ia adalah sumber dan memberi arti pada hidup mereka dan bahwa mereka harus belajar hidup secara rohani seturut firman-Nya.

Terputusnya Persekutuan

        Kisah tentang kejatuhan dalam dosa dengan semua implikasi yang mengerikan, kita tidak merasa bahwa peristiwa ini memang tak dapat dihindarkan. Akibat yang wajar dari kebebasan adalah bahwa manusia dapat meragukan dan tidak menaati firman Allah.

Perlindungan Persekutuan

        Dosa harus dihukum, tetapi penghukuman selalu disertai rahmat. Allah tidak memerlukan informasi, sama seperti kemudian ia juga tidak perlu tahu mengenai Habel waktu Ia menanyai Kain (Kejadian 4:9-12). Sebaliknya, Ia mencari pertobatan yang akan memungkinkan perbaikan. Jadi, Allah harus menghukum ular, laki-laki dan perempuan itu. Pertama, dalam kasus ular itu, permusuhan antara ular dan perempuan itu menunjuk pada suatu pemulihan hubungan antara Allah dan benih perempuan. Manusia dan kekuatan-kekuatan jahat takkan pernah dapat berdamai. Manusia akan selalu menjadi sasaran serangan, apa pun yang manusia perbuat tidak dapat mengatasi pertentangan ini; tidak aka nada tindakan keberanian dalam membela keadilan dan kebenaran. Kristuslah yang akan membinasakan pekerjaan-pekerjaan si jahat (Matius 1:23; Kolose 2:15).

Akibat-Akibat Dosa

        Bersalah adalah keadaan dapat dikenakan hukuman dari Allah. Ini bukan semacam kutukan pembalasan yang otomatis seperti terdapat dalam agama-agama kafir, tetapi keadaan patut menerima murka Allah. Jadi, keadaan bersalah adalah suatu keadaan objektif, kadang-kadang diakui dan kadang-kadang tidak. Kadang-kadang kesalahan itu baru terlihat dalam penghukuman (II Samuel 21:11). Yang pasti Allah tidak melupakan dosa (Yosua 22:22 dan Hosea 13:12)

         Hukuman Allah pada akhirnya datang sebagai tanggapan yang pasti terhadap dosa. “Bahwa dosamu itu akan menimpa kamu” (Bilangan 32:23). Unsur dasar dalam penghukuman, bahkan ketika dinyatakan dalam kesendirian dan penderitaan, ialah pemisahan dari Allah (Yesaya 59:2). Orang yang berdosa tidak dapat menghadap Allah (I Samuel 14:37-41). Hukuman yang paling hebat adalah dihapuskan dari “kitab kehidupan” (Mazmur 69:29).

 

 

Joko Prasetyo
Joko Prasetyo Pendiri dan Admin pikirankristen.com

Posting Komentar untuk "Kisah Penciptaan - Kejadian 1"